Sebentar lagi kita akan bertemu dengan Tahun Baru Masehi, bagi umat Nasrani mereka akan merayakannya termasuk dengan merayakan Natal beberapa saat yang lalu. Bagi kita umat Islam adalah dengan membiarkan mereka merayakannya sesuai tata cara ibadahnya dan kita tidak ikut serta merayakannya, saya kira itu adalah bentuk toleransi yang positif dan sangat bijaksana.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata: Saat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar (ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya:”Dua hari untuk apa ini?”
Mereka menjawab,“Dua hari dimana kami sering bermain-main di masa jahiliyah”. Lantas Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya, yakni Iedul Adha dan Iedul Fitri”. (HR. Imam Ahmad)
Hukum memperingati tahun baru Masehi lebih beralasan kepada tidak boleh. Hal demikian disebabkan kaum Nasrani menganggapnya sebagai hari besar mereka. Merayakan hari besar Nasrani sangat dilarang dalam agama Islam.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR Imam Ahmad)
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata:
“Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka seperti; makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin ataupun yang lainnya.”
Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang di perlukan untuk hari raya tersebut.
Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainnan pada hari itu, juga tidak boleh menampakan perhiasan. Atau dalam arti lain, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi’ar mereka pada hari itu.
SEJARAH UCAPAN NATAL DAN TAHUN BARU
Di jaman Romawi dulu, pesta tahun baru adalah pesta yang di adakan buat memperingati Dewa Janus. Dewa Janus adalah Dewa pintu dari semua permulaan. Oleh sebab itu Dewa Janus di gambarkan mempunyai dua muka (bermuka dua).
Menurut catatan dari Encarta Reference Library Premium 2005 :” Orang yang pertama yang membuat penanggalan kalender adalah Kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Kalender itu di buat pada Tahun 45 Sebelum Masehi jika menggunakan standar tahun yang di hitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus “.
Berdasarkan itu maka penanggalan setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa latin : Anno Domini, yang berarti “in the year of our lord” alias Masehi. Kata Masehi sendiri di ambil dari kata Al-Masih atau Yesus. Sementara itu untuk jaman pra sejarah di sematkan BC ( Before Christ ) alias SM ( Sebelum Masehi ).
Karena kemeriahan pesta tahun baru waktu itu maka Pope (Paus) Gregory 3 tidak mensia-siakan kesempatan tersebut. Paus pun memodifikasi kalender tersebut dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus di gunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh dunia. Dan pada akhirnya perayaan ini di wajibkan oleh para pemimpin Gereja sebagai satu perayaan suci sepaket dengan Natal.
Itulah sebabnya mengapa kalau ucapan Natal dan Tahun Baru di jadikan satu: “Merry Christmas and Happy New Year”.
Dari uraian-uraian di atas, Islam sebagai Agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tidak di perbolehkan ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut dan memberikan ucapan Selamat Tahun Baru, karena sangatlah erat dengan keyakinan dan ibadah kaum Nasrani.
Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita tolong menolong di dalam dosa dan pelanggaran karena merayakan ‘Tahun Baru’ tersebut masuk ke dalam katogeri larangan Tasyabbuh (lihat artikel saya tentang TASYABUH)
Jadi, buat seorang muslim hukumnya adalah HARAM.
Semoga kita semua mendapatkan petunjuk Allah Ta’ala dan senantiasa dibimbing oleh-Nya ke jalan yang diridlai-Nya. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.
Salam Ikhlas !
Dari Abu Sa’id (al-Khudry) bahwasanya Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi Wa sallam bersabda:
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka menelusuri lubang masuk `Dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak), niscaya kalian akan menelusurinya pula”.
Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”.
Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)”.
(H.R.Al-Bukhari).
Takhrij Hadits Secara Global Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah.
Dalam riwayat yang lain disebutkan: “…hingga andaikata mereka memasuki lubang masuk dlobb niscaya kalian akan memasukinya pula”.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dari Ibnu `Umar terdapat gambaran yang lebih jelas. Dari Ibnu `Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi Wa sallam bersabda:
“Sungguh Ummatku akan melakukan apa yang dilakukan oleh Bani Israil, sama persis layaknya sepasang sandal dengan pasangan yang lainnya, hingga andaikata pada mereka ada orang yang mengawini ibunya secara terang-terangan, maka di kalangan ummatku akan ada yang sepertinya”.
Penjelasan Hadits;
Makna hadits diatas adalah bahwa Rasulullah telah mensyinyalir melalui nubu-at (tanda-tanda kenabian)-nya, bahwa kelak di akhir zaman, ada di antara umatnya yang mengikuti gaya hidup orang-orang sebelum mereka, yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Wallahu’alam